Beberapa perusahaan pertambangan yang melakukan peledakan untuk menghasilkan fragmentasi batuan overburden,
dan menggunakan Nonel sebagai inisiasi systemnya tentu tidak asing
dengan istilah misfire. Hal ini berhubungan dengan system Nonel yang
tidak mempunyai kontrol terhadap misfire kecuali dengan melakukan
penyambungan secara benar dan final check dengan teliti. Dengan kata lain, proses kontrol dilakukan secara fisik oleh seorang juru ledak.
Berbeda
bila menggunakan system elektrik ataupun system dengan teknologi
muktahir yakni elektronik, misfire dengan mudah dapat dicegah bahkan
sebelum blasting mechine ditekan. Kedua system ini memiliki alat untuk
mendeteksi apakah sambungan antara surface delay dengan surface delay
atau dengan inhole delay telah tersambung dengan benar. Jadi, pada kedua
metode ini, misfire yang disebabkan oleh human error tidak tersambung- bisa
dicegah sedini mungkin. Adapun bila misfire terjadi pada system ini,
boleh jadi dikarenakan oleh hal lain, seperti kegagalan detonator, atau
terjadinya kerusakan (putus) setelah pengecekan atau analisa akhir
dilakukan.
Mengapa misfire harus dicegah? Misfire yang terjadi mengakibatkan dua hal penting. Pertama berhubungan dengan keselamatan
kerja, misfire sangat berbahaya bila terjadi dan tidak diketahui,
apalagi bila misfire tidak ditemukan. Bahayanya adalah apabila Nonel,
detonator, atau booster terkena oleh alat gali, atau dozer yang mungkin
tengah bekerja di lokasi hasil suatu peledakan. Tentu saja fatality dan
kerusakan berat pada alat adalah potensi paling tinggi bila lubang
misfire meledak dengan sendirinya akibat gesekan, hantaman dari bucket
atau blade alat berat tersebut.
Kedua adalah proses loss
-kehilangan waktu produktif-, karena dengan terjadinya misfire maka
alat-alat produksi harus tetap berhenti bekerja menunggu proses hingga
juru ledak dapat mengontrol lubang-lubang misfire tersebut. Keputusan
untuk penembakan kedua pada lubang-lubang misfire, tentu semakin
menambah hilangnya waktu produksi. Dan bila dihitung, maka dalam
semingu, satu bulan, atau setahun, maka kehilangan waktu tidaklah
sedikit jumlahnya.
Beberapa tambang-tambang di Indoensia ataupun Australia, masih menggunakan metode yang biasa disebut final check. Metode ini adalah proses pengecekan sambungan antara inhole delay dan surface delay sebelum penembakan (firing) dilakukan. Final check
dilakukan oleh satu orang atau lebih, dilakukan dengan berjalan dari
baris pertama hingga baris terakhir, mengamati sambungan secara satu
persatu. Cara ini cukup effektif bila pelakunya mengerjakannya dengan
tenang, teliti, dan benar. Karena kelalaian dalam mengamati sambungan
akan berakibat misfire. Juga cara ini cukup efektif bila dilakukan pada
jumlah sambungan atau jumlah lubang yang tidak terlalu banyak (100 - 300
lubang). Bagaimana bila lubang ledak berjumlah lebih dari 600 lubang
atau lebih?
Data misfire yang disebabkan oleh kegagalan sambungan (unconnected human error)
di tambang batubara terbesar di Kaltim menunjukan: pada tahun 2005
telah terjadi 8 kali misfire dari sekitar 400.000 sambungan (1:50.000)
dan akhir Agustus 2006 terjadi 9 kali misfire dari 350.000 sambungan
(1:38.888). Data misfire ini relatif bagus bahkan bila dibandingkan
dengan tambang-tambang di luar negeri yang menggunakan Nonel system yang sama.
Namun demikian hasil continous improvement
menunjukan bahwa misfire akibat kegagalan sambungan masih bisa
diperkecil atau bahkan ditiadakan. Metode baru pun telah dibuat dan
diterapkan sejak September 2006 di tambang tersebut. Metode ini tidak
berbeda dengan metode sebelumnya, hanya prinsipnya saja yang berubah.
Pertama,
pengecekan sambungan dilakukan oleh orang yang melakukan penyambungan
itu sendiri. Tidak dibebankan kepada orang yang melakukan final check seperti pada metode sebelumnya. Konsekuensinya,
orang yang melakukan penyambungan haruslah seorang juru ledak yang
kompeten dan bertanggungjawab penuh terhadap sambungan yang dibuatnya.
Sambungan harus 100% benar sebelum ia melanjutkan untuk menyambung pada
lubang berikutnya.
Kedua,
memberi tanda pada sambungan sebagai identifikasi bahwa sambungan telah
dilakukan dengan benar dan agar mudah dikenali siapa yang melakukannya.
Tanda ini meggunakan pita warna. Bila ada tiga orang yang melakukan
penyambungan, maka digunakan pita dengan warna berbeda untuk
masing-masing orang. Ini sangat membantu pada proses investigasi bila
misfire terjadi. Akan mudah diketahui siapa yang melakukan penyambungan
di lubang tersebut. Jelas ini berbeda dengan metoda sebelumnya dimana
tidak mudah untuk mengetahui siapa yang melakukan sambungan sebelumnya
bila misfire terjadi.
Ketiga, final check dengan
hanya melihat pita warna pada sambungan dan meletakkan pita warna yg
berbeda pada lubang yang telah dilewatinya sebagai tanda bahwa orang
kedua telah melihat lubang tersebut telah disambung. Keuntungannya
adalah juru ledak dapat melakukan final check dengan cepat dan mudah. Bila juru ledak melihat lubang tanpa pita
warna, berarti sambungan belum ada dan dia bisa melakukan sambungan
pada lubang tersebut. Oleh karena itu, berapapun jumlah lubang yang akan
diledakan, juru ledak akan dengan mudah melakukan final check tanpa
terjadi dua kali atau lebih pengecekan pada satu lubang ledak.
Data terakhir dengan melaksanakan medote baru ini menunjukan hanya terjadi sekali misfire
dari 187.000 sambungan. Misfire yang terjadipun dapat dengan mudah
dideteksi siapa pelaku penyambungan dan dengan demikian mudah pula untuk
melakukan langkah-langkah perbaikan, baik terhadap pelaku ataupun
system itu sendiri.
(Sumber Majalah Pertambangan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar