Sebuah makalah yang dibuat oleh peneliti dari US Mine Safety and Health Administration
pada tahun 2001 menunjukkan bahwa terdapat empat kategori utama
kecelakaan kerja yang berhubungan dengan peledakan, yaitu (1)
keselematan dan keamanan lokasi peledakan; (2) batu terbang atau flyrock, (3) peledakan premature (premature blasting) dan (4) misfre
(peledakan mangkir). Kasus yang terjadi di Adaro merupakan salah satu
jenis kecelakaan kerja yang ditenggarai disebabkan oleh arah peledakan
(keselamatan peledakan) dan terkena batuan hasil peledakan yang dapat
dikategorikan sebagai flyrock (pada jarak yang dekat). Ini
merupakan situasi yang masuk akal karena seorang juru ledak memang
berada di daerah yang paling dekat dengan pusat kegiatan peledakan.
Hal ini merupakan salah satu contoh perlunya pengetahuan yang lebih mendalam dalam hal blasting management system
(system pengaturan atau pengontrolan peledakan) terhadap semua yang
terlibat di dalam kegiatan peledakan. Dalam suatu peledakan terdapat
banyak hal-hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil peledakan
sesuai dengan yang diinginkan oleh tambang yang bersangkutan. Batuan
yang diledakkan dalam hal ini bisa berwujud batu bara itu sendiri dan
batuan penutup (overburden and interburden). Dalam tambang emas kita mempunyai istilah waste (sampah) dan ore
(bijih emas) yang harus diledakkan untuk memudahkan pengangkutan dan
pencucian atau proses permurnian bahan galian yang ditambang.
Kegiatan peledakan di tambang merupakan salah satu kegiatan yang dianggap mempunya resiko cukup tinggi. Tapi bukan berarti kegiatan tersebut tidak dapat dikontrol. Proses pemgontrolan kegiatan ini dapat dimulai dari proses pencampuran ramuan bahan peledak, proses pengisin bahan peledak ke lubang ledak, proses perangakain dan proses penembakan. Dalam kasus ini yang memegang peranan penting adalah kontrol terhadap proses penembakan. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan adalah sebagi berikut.
Kegiatan peledakan di tambang merupakan salah satu kegiatan yang dianggap mempunya resiko cukup tinggi. Tapi bukan berarti kegiatan tersebut tidak dapat dikontrol. Proses pemgontrolan kegiatan ini dapat dimulai dari proses pencampuran ramuan bahan peledak, proses pengisin bahan peledak ke lubang ledak, proses perangakain dan proses penembakan. Dalam kasus ini yang memegang peranan penting adalah kontrol terhadap proses penembakan. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan adalah sebagi berikut.
- Desain peledakan.
Bagian
ini memegang peranan penting dalam mengurangi kecelakaan kerja yang
berhubungan dengan aktivitas peledakan. Rancangan peledakan yang memadai
akan mengidentifikasi jarak aman; jumlah isian bahan peledak per lubang
atau dalam setiap peledakan; waktu tunda (delay period)
yang diperlukan untuk setiap lubang ledak atau waktu tunda untuk setiap
baris peledakan; serta arah peledakan yang dikehendaki. Jika arah
peledakan sudah dirancang sedemikian rupa, juru ledak dan blasting engineer harus berkordinasi untuk menentukan titik dimana akan dilakukan penembakan (firing) dan radius jarak aman yang diperlukan. Ini perlu dilakukan supaya juru ledak memahami potensi bahaya yang berhubungan dengan broken rock hasil peledakan and batu terbang (flyrock) yang mungkin terjadi.
- Training kepada juru ledak.
- Training kepada juru ledak.
Hal
ini sangat penting dilakukan, karena sumber daya ini memegang peranan
penting untuk menerjemahkan keinginan insinyur tambang yang membuat
rancangan peledakan. Hal ini sudah diatur dalam Keputusan Menteri, yang
mengharuskan setiap juru ledak harus mendapatkan training yang memadai
dan hanya petugas yang ditunjuk oleh Kepala Teknik Tambang yang
bersangkutan yang dapat melakukan peledakan. Juru ledak dari tambang
tertentu tidak diperbolehkan untuk melakukan peledakan di tambang yang
lain karena karakterisktik suatu tambang yang berbeda-beda.
- Prosedur kerja yang memadai.
- Prosedur kerja yang memadai.
Prosedur kerja atau biasa disebut SOP (Safe Operating Procedure)
ini memegang peranan penting untuk memastikan semua kegiatan yang
berhubungan dengan peledakan dilakukan dengan aman dan selalu mematuhi
peraturan yang berlaku, baik peraturan pemerintah maupun peraturan di
tambang yang bersangkutan. Prosedur ini biasanya dibuat berdasarkan
pengujian resiko (risk assessment) yang dilakukan oleh tambang
tersebut sebelum suatu proses kerja dilakukan. Prosedur ini mencakup
keamanan bahan peledak, proses pengisian bahan peledak curah, proses
perangakaian bahan peledak , proses penembakan (firing) termasuk jarak aman dan clearing daerah disekitar lokasi peledakan.
Jarak aman pada suatu peledakan (safe blasting parameter)
saat ini memang tidak mempunyai standard yang dibakukan, termasuk
tambang-tambang di Australia. Di dalam Keputusan Menteri-pun, tidak
dijelaskan secara detail berapa jarak yang aman bagi manusia dari lokasi
peledakan. Hal ini disebabkan oleh setiap tambang mempunyai metode
peledakan yang berbeda-beda tergantung kondisi daerah yang akan
diledakkan dan tentu saja hasil peledakan yang dikehendaki. Akan tetapi
bukan berarti setiap juru ledak boleh menentukan sendiri jarak aman
tersebut. Keputusan mengenai keselamatan khususnya jarak aman tersebut
berada pada seorang Kepala Teknik Tambang yang ditunjuk oleh perusahaan
setelah mendapat pengesahan dari Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang. Di
tambang-tambang terbuka di Indonesia, jarak aman terhadap manusia boleh
dikatakan hampir mempunyai kesamaan yaitu dalam kisaran 500 meter. Dari
mana jarak ini diperoleh? Jelas seharusnya dari hasil risk assessment (pengujian terhadap resiko) yang telah dilakukan di tambang-tambang tersebut. Risk assessment
ini tidak saja berbicara secara teknik peledakan dan pelaksaannya,
namun perlu juga dimasukkan contoh-contoh hasil perbandingan dari
tambang-tambang yang ada baik di dalam ataupun luar negeri. Jarak aman
dari hasil risk assessment inilah yang seharusnya menjadi acuan bagi
pembuatan prosedur kerja dalam lingkup pekerjaan peledakan di lapangan.
Walaupun ada beberapa tambang yang membuat standard yang lebih kecil
dari 500 meter; tapi hal itu diperbolehkan sepanjang risk assessment
sudah dilakukan dan sudah disetujui oleh Kepala Teknik Tambang yang
bersangkutan. Biarpun tidak menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran
terhadap jarak aman dari peledakan, akan tetapi seorang juru ledak yang
kompeten semestinya akan mentaati aturan dan prosedur kerja. Pelanggaran
prosedur kerja akan berakibat fatal, baik bagi diri dia sendiri, teman
kerja maupun ada perusahaan tempat dia bekerja.
(Sumber Majalah Pertambangan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar