Tambang Batu Bara

Pemilihan metode penambangan sangat ditentukan oleh unsur geologi endapan batu bara. Saat ini, tambang bawah tanah menghasilkan sekitar 60% dari produksi batu bara dunia, walaupun beberapa negara penghasil batu bara yang besar..........

Alat Berat dan Kapasitas Produksi

Karakteristik fisik material yang akan digali baik tanah penutup maupun komoditi harus diketahui secara pasti, hal ini untuk menentukan tipe alat yang cocok untuk digunakan..........

Pengertian Batu Bara

Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’..........

Evaluasi Tambang

Evaluasi atas beberepe alternatif investasi utk memilih alternatif yg akan memaksimalkan keuntungan dr setiap dollar/rupiah yg ditanam merupakan sasaran kunci..........

Pengenalan Bahan Peledak

Peledakan akan memberikan hasil yang berbeda dari yang diharapkan karena tergantung pada kondisi eksternal saat pekerjaan tersebut dilakukan yang mempengaruhi kualitas..........

Sabtu, 14 Januari 2012

Jumat, 13 Januari 2012

BATUBARA SEBAGAI SEDIMEN ORGANIK

Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik, terdiri dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara.

Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan juga bervariasi, karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya kandungan oksigen, tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada  umumnya sisa-sisa tanaman tersebut dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup di rawa-rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan batubara tergantung pada kondisi iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama, sifat-sifat analitik yang ditemukan dapat berbeda, selain karena tumbuhan asalnya yang mungkin berbeda, juga karena banyaknya reaksi kimia yang mempengaruhi kematangan suatu batubara.

Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi. Dalam hal ini peat tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya peat merupakan tahap awal dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai dari pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam tingkat batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi pembentukan batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi, pengurangan kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari mikroorganisme juga memegang peranan yang sangat penting.



PENYUSUN BATUBARA

Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan penyusunnya.

Lignin

Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari lignin belum diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari lignin yang terdapat pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol.

Hingga saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin merupakan unsur organik utama yang menyusun batubara.

Karbohidrat

Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung antara lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak mengandung  polisakarida (khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan membentuk batubara.

Protein

Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada umumnya adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.



Material Organik Lain

Resin

Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka pada batangnya.

Tanin

Tanin umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan, khususnya pada bagian batangnya.

Alkaloida

Alkaloida merupakan komponen organik penting terakhir yang menyusun batubara. Alkaloida sendiri terdiri dari molekul nitrogen dasar yang muncul dalam bentuk rantai.

Porphirin

Porphirin merupakan komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole. Porphirin biasanya terdiri atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat cincin pyrolle yang tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin dalam batubara ini telah diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk mendeterminasi perkembangan dari proses coalifikasi.

Hidrokarbon

Unsur ini terdiri atas bisiklik alkali, hidrokarbon terpentin, dan pigmen kartenoid. Sebagai tambahan, munculnya turunan picene yang mirip dengan sistem aromatik polinuklir dalam ekstrak batubara dijadikan tanda inklusi material sterane-type dalam pembentukan batubara. Ini menandakan bahwa struktur rangka tetap utuh selama proses pematangan, dan tidak adanya perubahan serta penambahan struktur rangka yang baru.

Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral)

Selain material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya material inorganik yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu unsur mineral inheren dan unsur mineral eksternal. Unsur mineral inheren adalah material inorganik yang berasal dari tumbuhan yang menyusun bahan organik yang terdapat dalam lapisan batubara. Sedangkan unsur mineral eksternal merupakan unsur yang dibawa dari luar kedalam lapisan batubara, pada umumya jenis inilah yang menyusun bagian inorganik dalam sebuah lapisan batubara.



PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA

Pembentukan batubara pada umumnya dijelaskan dengan asumsi bahwa material tanaman terkumpul dalam suatu periode waktu yang lama, mengalami peluruhan sebagian kemudian hasilnya teralterasi oleh berbagai macam proses kimia dan fisika. Selain itu juga, dinyatakan bahwa proses pembentukan batubara harus ditandai dengan terbentuknya peat.



Pembentukan Lapisan Source

Teori Rawa Peat (Gambut) – Autocthon

Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batubara berasal dari akumulasi sisa-sisa tanaman yang kemudian tertutup oleh sedimen diatasnya dalam suatu area yang sama. Dan dalam pembentukannya harus mempunyai waktu geologi yang cukup, yang kemudian teralterasi menjadi tahapan batubara yang dimulai dengan terbentuknya peat yang kemudian berlanjut dengan berbagai macam kualitas antrasit. Kelemahan dari teori ini adalah tidak mengakomodasi adanya transportasi yang bisa menyebabkan banyaknya kandungan mineral dalam batubara.

Teori Transportasi – Allotocton

Teori ini mengungkapkan bahwa pembentukan batubara bukan berasal dari degradasi/peluruhan sisa-sisa tanaman yang insitu dalam sebuah lingkungan rawa peat, melainkan akumulasi dari transportasi material yang terkumpul didalam lingkungan aqueous seperti danau, laut, delta, hutan bakau. Teori ini menjelaskan bahwa terjadi proses yang berbeda untuk setiap jenis batubara yang berbeda pula.

Proses Geokimia dan Metamorfosis

Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam proses. Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur dan tekanan yang normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah proses pembentukan batubara akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini adalah peat, atau material lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi, yang mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka berikutnya prosesnya didominasi oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi temperatur dan tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi karena penimbunan material pada suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi secara terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi.

HETEROATOM DALAM BATUBARA

Heteroatom dalam batubara  bisa berasal dari dalam (sisa-sisa tumbuhan) dan berasal dari luar yang masuk selama terjadinya proses pematangan.

Nitrogen pada batubara pada umumnya ditemukan dengan kisaran 0,5 – 1,5 % w/w yang kemungkinan berasal dari cairan yang terbentuk selama proses pembentukan batubara.

Oksigen pada batubara dengan kandungan 20 – 30 % w/w terdapat pada lignit atau 1,5 – 2,5 % w/w untuk antrasit, berasal dari bermacam-macam material penyusun tumbuhan yang terakumulasi ataupun berasal dari inklusi oksigen yang terjadi pada saat kontak lapisan source dengan oksigen di udara terbuka atau air pada saat terjadinya sedimentasi.

Variasi kandungan sulfur pada batubara berkisar antara 0,5 – 5 % w/w yang muncul dalam bentuk sulfur organik dan sulfur inorganik yang umumnya muncul dalam bentuk pirit. Sumber sulfur dalam batubara berasal dari berbagai sumber. Pada batubara dengan kandungan sulfur rendah, sulfurnya berasal material tumbuhan penyusun batubara. Sedangkan untuk batubara dengan kandungan sulfur menengah-tinggi, sulfurnya berasal dari air laut.
Read More... BATUBARA SEBAGAI SEDIMEN ORGANIK

Kamis, 12 Januari 2012

TAMBANG BATU BARA

Kali ini saya ingin membangi pengetahuan soal tambang Batu Bara...
>> Batu bara ditambang dengan dua metode – tambang permukaan atau ‘terbuka’ dan tambang bawah tanah atau ‘dalam. >>

Pemilihan metode penambangan sangat ditentukan oleh unsur geologi endapan batu bara. Saat ini, tambang bawah tanah menghasilkan sekitar 60% dari produksi batu bara dunia, walaupun beberapa negara penghasil batu bara yang besar lebih menggunakan tambang permukaan. Tambang terbuka menghasilkan sekitar 80% produksi batu bara di Australia, sementara di AS, hasil dari tambang permukaan sekitar 67%.

Tambang Bawah Tanah

Ada dua metode tambang bawah tanah: tambang room-and-pillar dan tambang longwall.
Dalam tambang room-and-pillar, endapan batu bara ditambang dengan memotong jaringan ‘ruang’ ke dalam lapisan batu bara dan membiarkan ‘pilar’ batu bara untuk menyangga atap tambang. Pilar-pilar tersebut dapat memiliki kandungan batu bara lebih dari 40% – walaupun batu bara tersebut dapat ditambang pada tahapan selanjutnya. Penambangan batu bara tersebut dapat dilakukan dengan cara yang disebut retreat mining (penambangan mundur),
dimana batu bara diambil dari pilar-pilar tersebut pada saat para penambang kembali ke atas. Atap tambang kemudian dibiarkan ambruk dan tambang
tersebut ditinggalkan.

Tambang longwall mencakup penambangan batu bara secara penuh dari suatu bagian lapisan atau ‘muka’ dengan menggunakan gunting-gunting mekanis. Tambang longwall harus dilakukan dengan membuat perencanaan yang hati-hati untuk memastikan adanya geologi yang mendukung sebelum dimulai kegiatan penambangan. Kedalaman permukaan batu
bara bervariasi di kedalaman 100-350m. Penyangga yang dapat bergerak maju secara otomatis dan digerakkan secara hidrolik sementara menyangga atap tambang selama pengambilan batu bara. Setelah batu bara diambil dari daerah tersebut, atap tambang dibiarkan ambruk. Lebih dari 75% endapan batu bara dapat diambil dari panil batu bara yang dapat memanjang sejauh 3 km pada lapisan batu bara. Keuntungan utama dari tambang room–and-pillar daripada tambang longwall adalah, tambang roomand-pillar dapat mulai memproduksi batu bara jauh lebih cepat, dengan menggunakan peralatan bergerak dengan biaya kurang dari 5 juta dolar (peralatan
tambang longwall dapat mencapai 50 juta dolar).

Pemilihan teknik penambangan ditentukan oleh kondisi tapaknya namun selalu didasari oleh
pertimbangan ekonomisnya; perbedaan-perbedaan yang ada bahkan dalam satu tambang dapat
mengarah pada digunakannya kedua metode penambangan tersebut.

Tambang Terbuka

Tambang Terbuka – juga disebut tambang permukaan – hanya memiliki nilai ekonomis apabila lapisan batu bara berada dekat dengan permukaan tanah. Metode tambang terbuka memberikan proporsi endapan batu bara yang lebih banyak daripada tambang bawah tanah karena seluruh lapisan batu bara dapat dieksploitasi – 90% atau lebih dari batu bara dapat diambil. Tambang terbuka yang besar dapat meliputi daerah berkilo-kilo meter persegi dan menggunakan banyak alat yang besar, termasuk: dragline (katrol penarik), yang memindahkan batuan permukaan; power shovel (sekop hidrolik); truk-truk besar, yang mengangkut batuan permukaan dan batu bara; bucket wheel excavator (mobil penggali serok); dan ban berjalan.

Batuan permukaan yang terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan pertama kali dengan bahan peledak; batuan permukaan tersebut kemudian diangkut dengan menggunakan katrol penarik atau dengan sekop dan truk. Setelah lapisan batu bara terlihat, lapisan batu bara tersebut digali, dipecahkan kemudian ditambang secara sistematis dalam bentuk jalur-jalur. Kemudian batu bara dimuat ke dalam truk besar atau ban berjalan untuk diangkut ke pabrik pengolahan batu bara atau langsung ke tempat dimana batu bara tersebut akan digunakan.
Read More... TAMBANG BATU BARA

Rabu, 11 Januari 2012

Kecelakaan Kerja Tambang

KECELAKAAN
Pengertian Kecelakaan
Dikenal beberapa kriteria kecelakaan, yaitu:
Insiden 
adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yang dapat menurunkan efisiensi dari kegiatan produksi, seperti :
  • Bench yang longsor tetapi tidak menimbulkan  korban maupun kerusakan alat;
  • Lubang yang ambruk tanpa menimbulkan korban kerusakan alat;
  • Pohon tumbang menghalangi jalan transportasi.
Kecelakaan (Eksiden) 
adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yang mengakibatkan luka fisik seseorang atau kerusakan peralatan.
Kecelakaan  
adalah suatu kejadian yang tiba-tiba, tidak direncanakan, tidak dihendaki, dan tidak dikendali yang mengakibatkan luka fisik seseorang, ataupun kerusakan peralatan serta terganggunya kegiatan.

KECELAKAAN KERJA 
Adalah Kecelakaan yang terjadi pada pekerja/karyawan suatu perusahaan karena adanya hubungan kerja. Kriteria kecelakaan kerja harus memenuhi persyaratan :
a. Kecelakaan benar terjadi;
b. Kecelakaan menimpa pekerja/karyawan;
c. Kecelakaan terjadi karena adanya hubungan kerja;
d. Kecelakaan terjadi pada jam kerja.

KECELAKAAN tambang  
Untuk jelasnya hubungan ke empat kriteria kecelakaan adalah sebagai berikut  (lihat Gambar 1.)
  • Kecelakaan tambang merupakan bagian dari kecelakaan kerja;  
  • Kecelakaan kerja merupakan bagian dari kecelakaan;
  • Kecelakaan merupakan bagian dari insiden.

Kecelakaan tambang adalah kecelakaan yang terjadi pada pekerja/karyawan pada pekerjaan pertambangan . Kreteria kecelakaan tambang harus memenuhi persyaratan :
a. Kecelakaan benar terjadi;
b. Kecelakaan menimpa pekerja/karyawan tambang;
c. Kecelakaan terjadi akibat kegiatan pertambangan;
d. Kecelakaan terjadi di dalam wilayah kerja pertambangan (Kuasa Pertambangan)
e. Kecelakaan terjadi pada jam kerja.

Gambar 1
Hubungan Kriteria Kecelakaan 


KLASIFIKASI CEDERA
  • Cedera akibat kecelakaan dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga), yaitu : cedera ringan, cedera berat dan mati.
  • Ketentuan klasifikasi cedera akibat kecelakaan antara kecelakaan tambang dengan kecelakaan kerja berbeda

KLASIFIKASI  CEDERA AKIBAT KECELAKAAN TAMBANG
Cedera ringan : 
Apabila akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 1 (satu) hari dan kurang dari 3 (tiga) minggu, termasuk hari minggu dan hari libur

Cedera berat :
  1. Apabila akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari (tiga) minggu termasuk hari minggu dan libur
  2. Apabila akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang cacat tetap (invalid) yang tidak mampu menjalankan tugas semula
  3. Apabila akibat kecelakaan tambang tidak tergantung dari lamanya pekerja tambang tidak mempumelakukan tugas semula karena mengalami cedera, seperti;
  • Keretakan tengkorak kepala, tulang punggung, pinggul, lengan bawah, lengan atas, paha atau kaki.
  • Pendarahan di dalam atau pingsan disebabkan kakurangan oksigen;
  • Luka berat atau luka robek/terkoyak yang dapat mengakibatkan ketidakmampuannya tidak pernah terjadi.

Mati : 
Apabila kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang mati dalam waktu 24 jam terhitung dari waktu terjadinya kecelakaan tersebut. 

KLASIFIKASI  CEDERA AKIBAT KECELAKAAN KERJA
Cedera ringan :
Apabila si korban tidak cacat dan dapat bekerja kembali sampai dengan 3 (tiga) minggu setelah terjadinya kecelakaan.

Cedera Berat :
Apabila si korban cacat dan tidak dapat bekerja kembali lebih dari 3 (tiga) minggu setelah terjadinya kecelakaan.

Mati : 
Apabila si korban meninggal dunia akibat dari kecelakaan tersebut.
TINGKAT KECELAKAAN 
Untuk dapat membedakan kecelakaan suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya, maka harus diperhitungkan :
  • Jumlah jam kerja;
  • Jumlah man shift;
  • Jumlah hari kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja tersebut.

Korban :
Orang-orang yang mendapat kecelakaan yang akibatnya yang bersangkutan tidak dapat bekerja kembali lebih dari 1 shift atau lebih dari 1 (satu) hari.

Dikenal 2 (dua) macam tingkat kecelakaan, yaitu : 
  • Tingkat kekerapan/Tingkat Frekuensi (Frequency Rate = FR = F)
  • Adanya jumlah korban untuk satu jam kerja orang (man Hours)
Jumlah korban Kecelakaan x 1 juta  
F = --------------------------------------------------- 
Jumlah jam kerja orang 
       
B. Tingkat keparahan (Safety Rate = SR = S)
Adanya jumlah hari kerja yang hilang setiap satu juta jam kerja orang 
Jumlah korban Kecelakaan x 1 juta 
F = ----------------------------------------------------- 
Jumlah jam kerja orang 
C. Indeks Kecelakaan = 1
Frequency Rate (FR) x Safety Rate (SR) 
I = ---------------------------------------------------- 
1 juta 
Perhitungan apabila terjadi satu kali kecelakaan mati, maka :
  • Jumlah korban ditambah (+) 1;
  • Hari kerja yang hilang ditambah (+) 7500 (ILO);
  • Hari kerja yang hilang ditambah (+) 6000 (USA).

AKIBAT KECELAKAAN 
Sebagaimana kita ketahui bahwa kecelakaan mengakibatkan kerugian baik si korban, keluarga si korban maupun perusahaan, antara lain :
  • Kerugian dan penderitaan si korban
  • Kerugian dan penderitaan keluarga si korban
  • Kerugian tenaga kerja
  • Kerugian waktu kerja yang hilang
  • Kerugian kerusakan peralatan
  • Kerugian karena kesediaan peralatan berkurang
  • Kerugian ongkos perbaikan peralatan dari ongkos pengobatan korban 
  • Kerugian material
  • Kerugian karena kerusakan lingkungan kerja
  • Kerugian terhambatnya produksi
  • Kerugian biaya/ongkos

Sehingga kecelakaan mengakibatkan kerugian produksi dan kerugian biaya/ meningkatkan biaya, jadi kecelakaan menyebabkan pemborosan. Dan apabila sering terjadi kecelakaan mengakibatkan proses produksi berjalan dengan tidak aman dan tidak efisien.

SUMBER PENYEBAB KECELAKAAN 
Pada setiap kegiatan kerja di tempat kerja kita masing-masing terdapat 4 (empat) elemen yang saling berinteraksi, yaitu : manusia, peralatan, material dan lingkungan, dimana keempat elemen tersebut bisa merupakan sumber penyebab kecelakaan.
  1. Manusia : termasuk pekerja, pengawas dan pimpinan; 
  2. Peralatan : termasuk peralatan permesinan, alat-alat berat, juga merupakan penyebab kecelakaan; 
  3. Material : bisa mengakibatkan kecelakaan seperti material yang beracun, panas, berat, tajam, dan sebagainya;
  4. Lingkungan : juga bisa menyebabkan kecelakaan seperti kekeringan, panas, berdebu, becek, licin, gelap, dan sebagainya.
Read More... Kecelakaan Kerja Tambang

Selasa, 10 Januari 2012

UJI MEKANIK BATU BARA

Selain analisis kimia, juga dilakukan  sejumlah tes untuk menentukan parameter fisik batubara, seperti  uji densitas relatif , distribusi ukuran partikel, dll.



1. Densitas relatif:

Densitas relatif batubara tergantung pada rank dan  mineral pengotornya. Data densitas relatif diperlukan untuk membuat sampel komposit dalam menentukan banyaknya asap (seam). Selain itu diperlukan juga sebagai faktor penting dalam mengubah cadangan batubara dari unit volume menjadi unit massa.

Penentuan dilakukan dengan menghitung banyaknya kehilangan berat pada saat dicelupkan ke dalam air. Cara terbaik adalah dari data berat batubara dengan menggunakan piknometer. Grafik di bawah ini memberikan hubungan antara densitas relatif terhadap kandungan abu untuk batubara dan serpih karbon di cekunagn Agades.



2. Distribusi Ukuran Partikel:

Distribusi ukuran pertikal pada batubara yang rusak tergantung pada metode penambangan, cara penanganannya, serta derajat perekahan material tersebut. Distribusi ukuran merupakan faktor kritis yang dapat menunjukkan bagian tumbuhan penyusunnya. Penentuan dilakukan dengan metode ayakan. Grafik data pengeplotan menghasilkan data rata-rata ukuran partikel dan derajat keseragaman partikel.



3. Uji Pengapungan (Float-sink testing):

Uji ini dilakukan untuk menentukan distribusi densitas partikel sampel dengan cara mencelupkan sampel batubara ke dalam larutan yang diketahui densitas relatif. Selain itu dilakukan juga penelitian lain seperti penghitungan energi spesifik.

Larutan yang digunakan biasanya mempunyai densitas berkisar antara 1,3 – 2,0. Campuran larutan organik ini antara lain tetrabromoethane (R.D.2,89), perchlorethylene (R.D.1,60), dan Toluena (R.D.1,60) yang sering digunakan karena viscositasnya rendah dan sifat pengeringan yang baik.  

Grafik yang diplot menunjukkan persentase material yang mengapung dan yang tenggelam yang dihitung dalam basis kumulatif. Akhirnya dapat digunakan untuk menentukan fraksi pengapungan dengan kandungan spesifik abu.



4. Uji Kerusakan Serpih (Shale breakdown test):

Ada beberapa masalah pada saat ekstraksi batubara, misalnya akibat pengotor (abu,dll) yang biasanya diakibat oleh hadirnya mineral lempung, contoh montmorilonit pada komponen non-batubara. Jumlah shale breakdown didapat dari proporsi material yang ditentukan dengan analisis sedimentasi residu. 





UJI LAINNYA UNTUK KARBONISASI

Karbonisasi adalah proses pemanasan batubara pada  temperatur beberapa ratus derajat untuk menghasilkan material-material:

  1. Padatan yang mengalami pengayaan karbon yang disebut coke.
  2. Larutan yang merupakan campuran hidrokarbon “tar” dan amoniacal liquor.
  3. Hidrokarbon lain dalam bentuk gas yang didinginkam ke temperatur normal.



1. Free Swelling Index:

Tes ini dilakukan untuk menentukan angka peleburan dengan cara memanaskan sejumlah sampel pada temperatur peleburan normal (kira-kira 800°C). Setelah pemanasan atau sampai semua semua volatile dikelurkan, sejumlah coke tersisa dari peleburan. Swelling number dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel dan kecepatan pemanasan.



2. Tes karbonisasi Gray-King dan tipe coke:

Tes Gray-King menentukan jumlah padatan, larutan dan gas yang diproduksikan akibat karbonisasi. Tes dilakukan dengan memenaskan sampel didalam tabung tertutup dari temperatur 300°C menjadi 600°C selama 1 jam untuk karbonisasi temperatur rendah atau dari 300°C menjadi 900°C selama 2 jam untuk karbonisasi temperatur tinggi.    



3. Tes Karbonisasi Fischer:

Prinsipnya sama dengan metode Gray-King, perbedaan terletak pada peralatan dan kecepatan pemanasan. Pemanasan dilakukan di dalam tabung alumunium selama 80 menit. Tar dan liquor dikondensasikan ke dalam air dingin. Akhirnya didapatkan persentase coke, tar dan, air sedangkan jumlah gas didapat dengan cara mengurangkannya. Tes Fischer umum digunakan untuk batubara rank rendah (brown coal dan lignit) untuk karbonisasi temperatur rendah.   

Data perbandingan Tes Gray-King dan Fischer:



4. Plastometer Gieseler:

Plastometer Gieseler adalah viskometer yang memantau viscositas sampel batubara yang telah dileburkan. Dari tes ini direkam data-data sbb:

  1. Initial softening temperature.
  2. Temperatur viscositas maksimum
  3. Viskositas maksimum.
  4. Temperatur pemadatan resolidifiation temperatur.



5. Indeks Roga:

Indeks Roga menyatakan caking capacity. Ditentukan dengan cara memanaskan  1 gram sampel batubara yang dicampur dengan 5 gram antrasit pada 850°C selama 15 menit.



6. Tes lain yang dilakukan:

Biasanya dilakukan untuk menentukan:

  1. Komposisi kimia (analisis proksimat, total belerang, analisis abu,dll)
  2. Parameter fisik (distribusi ukuran, densitas relatif)
  3. Uji kekuatan.
  4. Tes Metalurgi.
Read More... UJI MEKANIK BATU BARA

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More